Ujian Nasional sudah berlalu. Denok dan teman-temannya masih tampak gelisah. Perasaan cemas dan gelisah masih terbayang dengan jelas. Perasaan takut tidak lulus sekolah terus menghantui.
“ Hai, Tanti! Apakah kamu tak kuatir?” sapa Denok memecah keheningan.
“ Ya, kuatir to! Apalagi kemarin banyak soal yang tak dapat kujawab.”
“ Kalau kamu gimana?” tanya Asty sambil menata rambutnya.
“ Ah, kalau aku sih hapy aja. Yang aku pikirkan malah ke mana aku melanjutkan,” jawab Denok sedikit sombong.
Namun, teman-temannya maklum. Sebab Denok memang yang paling pandai di kelasnya.
“Apakah kamu tak suka melanjutkan sekolah di sini?” celoteh Asty agak sewot.
“ Ya, tak begitu! Tapi kalau dapat sih aku pingin melanjutkan ke kota.”
“ Aku sih tak ada bayangan seperti itu. Dapat melanjutkan saja aku sudah senang. Sebab orang tuaku tak mampu,” ujar Asty.
Sementara itu Tanti hanya diam. Dia tak mengomentari percakapan teman-temannya. Sejuta galau hatinya tak ingin diketahui teman-temannya. Sebenarnya dia juga ingin seperti teman-temannya melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Tapi melihat kondisi orang tuanya yang pas-pasan, dia tak tega .Bahkan orang tuanya sudah mengatakan kalau tahun ini jangan melanjutkan dahulu. Tahun depan kalau sudah ada biaya.
“ Oooiii, kamu kok diam saja!” bentak Denok . Tanti tersentak kaget.
“ Ada apa to?”
“ Kamu punya rencana ke mana kalau lulus?”
“ Ya, seperti kalian to. Masa aku kalah dengan kalian,” jawab Tanti sambil tersenyum menutupi kepedihan hatinya.
Ketegaran hati Tanti luar biasa. Dia tak ingin teman-temannya ikut merasakan. Cukup dia dan kelinci putihnya yang tahu.
Karya : mbahBEJO
0 komentar:
Posting Komentar